Kesadaran manusia terhadap pneumatik dapat ditelusuri sampai 200 tahun yang lalu (pengamatan terhadap balon), tetapi penerapan prinsip-prinsip ini baru ditemukan akhir-akhir ini. Selama dasawarsa terakhir atau lebih, berbagai gelanggang pameran dan stadion menggunakan struktur pneumatik bertekanan dan berdiri rendah untuk bentangan sampai 722 kaki (Stadion Michigan, 1975). Akan tetapi, struktur ini biasanya merupakan pemecahan terhadap masalah yang berkaitan dengan ruang serbaguna di mana banyak orang bisa ditampung pada ketinggian tertentu. Apabila diperlukan lebih dari satu ketinggian, biasanya ruang dibagi secara vertikal dengan konstruksi konvensional.
Struktur pneumatik adalah suatu sistem struktur yang memperoleh kestabilannya dari tekanan internal yang lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan eksternal. Media yang digunakan dapat bermacam-macam, diantaranya zat cair, busa atau butiran. Namun yang paling banyak digunakan adalah media gas atau udara. Prinsip ini berlaku seperti pada balon udara, dimana tekanan udara internal di dalam balon lebih tinggi dibandingkan tekanan udara di luarnya. Keberhasilan penerapan pada sarana transportasi mendorong orang untuk menerapkannya pula pada bangunan arsitektural. Pelopornya adalah seorang engineer Inggris Sir William Lanchester dengan desain field hospitalnya pada tahun 1917. Karakter dari struktur pneumatik adalah murah dalam investasi awal, cepat pembangunannya dan ringan bobotnya karena material utamanya adalah lembaran kain dengan tebal tidak lebih data 0,5 mm.
Prinsip struktur pneumatik terletak pada selaput yang relatif tipis yang didukung oleh perbedaan tekanan. Dengan kata lain, tekanan dari ruang yang dilingkupi lebih tinggi daripada tekanan atmosfer. Perbedaan tekanan akan menyebabkan tarikan pada membran. Membran hanya bisa stabil apabila dalam keadaan tarik. Gaya tekan yang diinduksikan oleh gaya-gaya luar harus segera diatasi oleh peningkatan tekanan internal atau dengan menyesuaikan bentuk membran apabila membran tersebut cukup fleksibel. Tegangan yang terjadi pada membran harus berada di bawah batas yang diperbolehkan untuk membran tersebut.
Ada dua jenis struktur pneumatik: yang didukung oleh udara dan pompa. Struktur yang didukung oleh udara menggunakan tekanan positif rendah (3-6 psf) untuk mendukung membran dengan luas tertentu. Udara harus dipasok secara terus menerus karena adanya kebocoran, terutama pada pintu-pintu masuk bangunan. Struktur yang dipompa dengan udara membentuk bagan-bagan struktur konvensional (dinding, balok, kolom, busur, dsb). Kekakuan bagan-bagan dihasilkan melalui tekanan udara yang terdapat di dalam bentukan membran (30-40 psf), bandingkan dengan tekanan dan ban mobil kira-kira 4.300 psf). Saat ini ada dua jenis struktur yang dipompa: sistem dinding ganda (dua wall system) dan sistem bertulang yang dipompa (inflated rib system).
Pada tahun-tahun terakhir ini beberapa orang mencoba meneliti bangunan tinggi pneumatik. J.P. Jungmann melakukan pendekatan sebagai perancang bangunan tinggi yang dipompa dan telah mengembangkan organisasi bentuk yang mampu membuat hunian bertingkat dengan potensi pertumbuhan organik. Porf. Jens G. Pohl dari Polytecnic State University di San Luis Obispo telah mengembangkan suatu pendekatan teknologis terhadap bangunan tinggi pneumatik mutakhir, baik teori maupun penerapannya.
Sampai saat ini struktur pompa lebih sering digunakan (Wolfgang Schueller, 1989) karena biayanya lebih murah, ranangan dan pengemasannya lebih sederhana, dan membran tersedia memadai. Akan tetapi, struktur ini mempunyai potensi paling besar untuk diterapkan pada bangunan tinggi, bukan hanya karena kemampuannya untuk berdiri sendiri, melainkan karena kemampuannya untuk menunjang struktur lain.
Penerapan struktur pneumatik di Indonesia, khususnya untuk bangunan arsitektural hingga saat ini belum banyak dilakukan. Kendala yang dihadapi adalah jenis struktur ini masih kurang populer yang diikuti dengan kurangnya nara sumber serta belum adanya peraturan-peraturan yang khusus mengatur pembangunan menggunakan struktur pneumatik.
Padahal dari banyak sisi, Indonesia sebenarnya merupakan lahan yang subur bagi pengembangan struktur pneumatik. Rehm tropis di Indonesia memungkinkan bangunan terbebas dari beban salju yang merupakan musuh utama struktur pneumatik. Selain itu di Indonesia banyak event yang pengadaannya berkesesuaian dengan karakter struktur pneumatik. Pengadaan material utama bangunan berupa kain lapis PVC juga sudah bukan merupakan barang baru di industri pertekstilan Indonesia.
Dalam tesisnya (Salmon Priaji Martana, 2006) memperkenalkan struktur ini dengan tujuan, agar struktur pneumatik sebagai salah satu altematif struktur non konvensional yang dapat digunakan di Indonesia untuk mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan kecepatan membangun, kemudahan dalam transportasi dan harga yang bersaing, khususnya dalam kazanah struktur bentang lebar.***
0 komentar:
Posting Komentar